Kasus 1 : Hartoyo Sebagai Manajer
Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya pada Drs. Abdul Hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul Hakim, menjawab bahwa dua telah mendengar secara informal melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan, "dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya berbuat seperti itu."
Pertanyaan kasus :
- Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo ? Bagaimana keuntungan dan kelemahannya ? Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo sekarang dan dulu sewaktu ditentara.
- Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya ? Apa saran saudara bagi perusahaan untuk merubah keadaan ?
Jawab :
- Gaya kepemimpinan yang digunakan Hartoyo adalah militeristik. Keuntungan menggunakan gaya militeristik adalah kedisiplinannya yang tinggi, sehingga pekerjaan tidak akan terbengkalai. Sedangkan kelemahannya adalah segala sesuatunya bersifat formal, bahkan untuk berkomunikasi pun dengan cara formal. Hal itu membuat para bawahan merasa tidak nyaman karena akan kesulitan untuk bergaul dengan atasan. Motivasi bawahan Hartoyo yang sekarang akan sangat berbeda dengan yang dulu. Bawahan yang dulu mempunyai semangat dalam bekerja karena diberikan kebebasan, sedangkan yang sekarang semangat tersebut akan luntur karena sifat pemimpin yang kaku dan terpatok pada kemiliteran.
- Konsekuensi yang didapat Hartoyo bila tidak merubah gaya kepemimpinan adalah akan banyak para bawahan yang mengundurkan diri dari pekerjaan karena merasa tidak nyaman dan kebebasannya yang dibatasi, dan Hartoyo akan dicap sebagai pemimpin yang kejam. Saran saya bagi perusahaan untuk merubah keadaan adalah dengan memberi teguran dan pengertian kepada Hartoyo bahwa tujuan perusahaan bukanlah seperti waktu ditentara dulu, atau memindahkan Hartoyo ke departemen lain yang lebih membutuhkan jiwa seorang pemimpin yang militeristik.